Sejumlah karangan bunga memenuhi halaman Gedung B.J. Habibie di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Isinya berupa apresiasi dan ucapan terima kasih kepada Komisi VII DPR yang merekomendasikan kepada pemerintah untuk mencopot Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Pengirim karangan bunga itu menamakan diri berbagai komunitas periset. Antara lain Periset BRIN Antikorupsi Pimpinan BRIN, Paguyuban Anti LT Handoko, Masyarakat Peduli Iptek, dan Koalisi Lawan Pemusnahan Iptek Nasional, dan Aliansi Periset Anti Pimpinan Psikopat.
Tak hanya di eks-Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), karangan bunga serupa juga dipasang di dekat halte pintu masuk Gedung DPR. Seorang pegawai BRIN menjelaskan, karangan bunga itu sengaja dipasang, Selasa (31/1), sebagai bentuk dukungan kepada Komisi VII DPR yang meminta pemerintah mengganti Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.
Seperti diberitakan, Senin (30/1) lalu, Komisi VII DPR merekomendasikan pemberhentian Kepala BRIN Laksana Tri Handoko. Rapat dengar pendapat juga menyetujui satu rekomendasi lainnya: meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigatif untuk tujuan tertentu terkait anggaran BRIN, yakni tahun anggaran 2022.
Semula, rapat Komisi VII DPR dengan Kepala BRIN hendak membahas realokasi anggaran BRIN Tahun Anggaran 2023. Khusus anggaran terkait program yang berkaitan langsung untuk masyarakat. Rapat tersebut merupakan kelanjutan rapat pada 18 Januari 2023.
Namun, rapat yang diikuti 23 dari 52 anggota Komisi VII DPR dari delapan fraksi itu berubah menjadi evaluasi dan usulan pemberhentian Laksana Tri Handoko. Rapat tanpa kehadiran anggota dari fraksi PDI Perjuangan.
Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Maman Abdurrahman yang pertama kali mengusulkan pelengseran Laksana Tri Handoko. Alasannya, sejak BRIN berdiri pada 2021 sampai saat ini, masalah datang bertubi-tubi dan tak kunjung selesai. Selain itu, sejumlah program tak jalan.
Pada Tahun Anggaran 2022, jelas dia, BRIN menganggarkan Rp800,8 miliar untuk beberapa program yang menyentuh masyarakat. Ini juga untuk sosialisasi kelembagaan BRIN. Namun, yang terealisasi hanya Rp74,5 miliar.
"Kalau yang terealisasi hanya Rp74,5 miliar dari Rp800 miliar, ke mana lari yang sisanya? Jangan ada dusta di antara kita. Harus ada audit investigatif. Kedua, saya tegas merekomendasikan pergantian Kepala BRIN. Karena hampir dua tahun tetap bermasalah," jelas Maman.
Seperti 'koor', usulan Maman ini didukung perwakilan masing-masing fraksi. Seperti Mulyanto dari Fraksi PKS, Gandung Pardiman dari Fraksi Golkar, Ratna Juwita Sari dari Fraksi PKB, Rusda Mahmud dari Fraksi Demokrat, Ramson Siagian dari Fraksi Gerindra, dan Rico Sia dari Nasdem.
Usulan Komisi VII DPR itu diapresiasi Masyarakat Pemajuan Iptek dan Inovasi (MPI). Pangkalnya, sejalan dengan pandangan MPI atas keluhan periset, masyarakat, dan komunitas ilmiah.
"Kami menilai, rekam jejak dan tindak tanduk Kepala BRIN, baik sejak menjadi Kepala LIPI maupun Kepala BRIN, jauh dari nilai-nilai pengelolaan lembaga pemerintah yang profesional dan bertanggung jawab," ungkap juru bicara MPI Maxensius Tri Sambodo, dalam keterangannya.
Akademisi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) juga berpandangan sama. Menurut Ketua AIPI Satryo Soemantri Brodjonegoro, dua tuntutan Komisi VII DPR itu rasional. Bagi dia, pembentukan BRIN dengan meleburkan berbagai lembaga riset yang berbeda terbukti memicu aneka masalah.